Bismillahirrahmanirrahim
Masjid ini menjadi saksi sejarah bagaimana Islam dapat mendamaikan dua kerajaan yang sudah terlibat perang berkali-kali. Dari masjid inilah bermula pengembangan Islam di Tanah Banjar dan sekitarnya. Masjid ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat beribadah, seperti salat dan zikir tetapi juga sebagai tempat pendidikan, pusat kegiatan sosial, budaya dan ekonomi, serta pusat penerangan dan penyebaran agama.
Depan Masjid Sultan Suriansyah |
Sejarah Pembangunan Masjid
Keberadaan Masjid Sutan Suriansyah tidak bisa dilepaskan dari sejarah Kota Banjarmasin. Dahulu Banjarmasin masuk ke dalam Kerajaan Negara di dipimpin oleh Maharaja Sukarama. Sebelum meninggal raja Sukarama berwasiat untuk mewariskan tahta kecucunya anak dari anak perempuannya yang bernama Pangeran Samudera. Pada saat umur Pangeran Samudera berumur 10 tahun raja Sukarama wafat. Kedua paman Pangeran Samudera mau melaksanakan wasiat ayahnya. Mereka ingin menjadi raja menggantikan ayahnya. Nyawa Pangeran Samudera terancam sehingga atas nasehat seorang punggawa maka Pangeran Samudera meninggalkan Istana malalui sungai dan menyamar sebagai nelayan yang pada akhirnya menetap di pinggiran Sungai Kuin. Pada akhirnya masyarakat setempat mengenali beliau sebagai Pangeran Samudera dan sepakat mengangkatnya menjadi raja Kerajaan Banjar dan melepaskan diri dari Kerajaan Daha.
Pangeran Mangkubumi yang berkuasa di Kerajaan Negara Daha tidak terima, sehingga terjadilah perang saudara. Pangeran Samudera minta dukungan dari Kerajaan Demak di Pulau Jawa dengan syarat Pangeran Samudera dan pengikut-pengikutnya mau memeluk agama Islam.
Pertempuran tidak jadi terjadi karena Pangeran Tumenggung luluh hatinya melihat Pangeran Samudera dan terjadilah perdamaian antara dua kerjaan tersebut. Peristiwa tersebut terjadi pada 24 September 1526 yang ditetapkan sebagai hari jadi Kota Banjarmasin. Pangeran Samudera dan pengikutnya akhirnya memeluk Agama Islam dan berganti nama menjadi Sultan Surianyah. Untuk memenuhi kebutuhan umat beliau juga membangun Masjid, yang saat ini dinamakan Masjid Sultan Suriansyah. Dengan demikian masjid tersebut sudah berumur 491 Tahun.
Memperhatikan sejarah masjid ini, maka ditetapkan sebagai Situs Cagar Budaya |
Arsitekur
Melihat sejarah pendirian masjid dan agama yang dianut sebelum Islam maka bentuk bangunan tidak bisa dilepaskan dari bentuk-bentuk masjid yang kita temukan di Demak serta pengaruh arsitektur Hindu serta budaya Banjar itu sendiri.
Bentuk bangunan perpaduan Budaya Banjar, Demak dan Hindu
|
Sebagaimana bangunan-banguna lainnya, masjid ini berbentuk panggung. Untuk pondasi menggunakan dari kayu galam dan pada bagian atasnya menggunakan kayu ulin. Semua bangunanan menggunakan kayu ulin. Untuk menopang bagian atap utama terdapat empat tiang yang masih asli sejak masjid dibangun. Di samping itu terdapat juga 12 tiang yang lebih kecil disekilingnya.
Terdapat 4 tiang utama (guru) dan 12 tiap pendukung yang sudah berumur 491 Tahun |
Empat tiang utama menyangga menopang bentuk atap yang berudak tiga |
Bentuk atap masjid berundak tumpang tiga dengan hiasan mustaka pada bagian atapnya. Bentuk atap yang bertingkat dan mengecil ke atas merupakan lambang vertikalitas dan orientasi kekuasaan ke atas. Bangunan yang dianggap paling suci dan dan penting memiliki tingkat atap paling banyak dan paling tinggi. Terdapat juga kubah yang berbentuk kerucut ke atas yang juga dilengkapi dengan ukiran khas Banjar.
Bentuk atap masjid berundak tumpang tiga dengan hiasan mustaka pada bagian atapnya |
Pada bagian depan terdapat mihrab yang bentuk atapnya terkesan terpisah dari bangunan induknya. Atap mihrab berbentuk lancip dengan ukuran khas Banjar pada bagian ujungnya. Pada samping kiri dan kanannya dilengkapi dengan pintu. Dindingnya terbuat dari kayu dengan ukiran-ukiran khas Banjar serta kaligrafi arab.
Mihrab dengan atap yang terpisah membentuk lancip |
Ventilasi udara di Mihrab berbentuk ukiran kaligrafi arab |
Sirkulasi udara dalam masjid ini sangat baik. Hal ini dikarenakan banyaknya pintu yang lebar-lebar pada kiri kanan masjid. Pada bagian atas pintu terdapat ukiran yang juga berfungsi sebagai ventilasi udara. Pada bagian luar terdapat teras yang juga digunakan untuk sholat. Bagian luar teras dibatasi dengan pagar kayu yang berukir.
Pintu yang besar-besar menyebabkan sirkulasi udara juga bagus |
Kalau diperhatikan sekeliling dinding bagian dalam terlihat banyak sekali simbul-simbul Islam berupa ukiran kaligrafi arab berupa ayat-ayat Alquran dan nama Allah.
Kaligrafi arab dengan hiasan ukiran khas banjar |
Pintu belakang dengan ukiran kaligrafi |
Beduk terletak di beranda belakang |
Di bagian mihrab terdapat mimbar untuk khotib yang berbentuk tangga dengan pentup di atasnya. Khotib sebelum menyampaikan khotbah akan duduk dulu ditangga tersebut. Mimbar ini terbuat dari kayu berukir khas Banjar dan kaligrafi arab.
Khotib sedang membaca khotbah jumat dengan baju kebesaran dan tongkat |
Mimbar berbentuk tangga dengan dihiasi ukiran |
Gerbang masuk komplek masjid terdapat semacam gapura dari kayu yang dihiasi dengan ukiran-ukiran penuh makna. Kalau diperhatikan dengan seksama. Setidaknya terdapat ukiran berbentuk manggis, nanas, tali dan bunga. Nanas misalnya, memiliki arti sebagai pembersih hati dan jiwa yang kotor dari nafsu-nafsu setan. Hal ini sesuai dengan sifat nanas yang memiliki zat kimia yang mampu melunturkan kotoran sekeras apa pun yang melekat pada benda. Buah manggis berarti tidak boleh menilai sesorang dari luarnya saja. Seburuk-buruknya manusia pasti ada nilai baiknya. Hal ini sama dengan buah manggis di luarnya berkulit hitam, di dalamnya ternyata putih. Ini menyimbolkan seburuk-buruknya manusia, pasti ada baiknya juga. Simbul tali bermakna sesama Islam itu bersaudara yang diikat oleh Islam. Sedangkan bunga merupakan simbul keindahan yang berarti sebagai pemeluk Islam harus memberi keindahan pada sekitarnya.
Tempat wudhu ada di bagian samping dan halaman timur |
Masjid Sultan Suriansyah tampak dari timur |
Subhanallah Walhamdulillah Walailahaillallah Wallahuakbar
astaghfirullah hal adzim
Maha suci bagi Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada satu Tuhan pun yang disembah kecuali Allah, dan Allah maha besar. Aku mohon ampun kepada Allah yang Maha Agung
Banjarmasin, 25 Agustus 2017
Lihat tulisan sebelumnya:
1. Seribu Masjid Terapung Banjarmasin
Assalamualaikum...
BalasHapusMasha Allah luar biasa dedikasi bapak untuk mendedikasikan sebagian waktunya untuk mendokumentasikan rumah-rumah Allah di hamparan bumi-Nya.
Saya benar-benar terkesan olehnya.
khusus untuk artikel tentang Masjid SUSU ini saya sedikit memberi koreksi bolek bapak?
-Pangeran Sumadera seharusnya Pangeran Samudera
-kayu Gulam seharusnya Kayu Galam
Kapan ke Banjarmasin lagi bapak?
Wassalam
Wa'alaikumsalam....
HapusMohon maaf dan terimakasih atas koreksi
Salam kenal....
Insya Allah .... kalau ada tugas lagi akan mampir lagi ke masjid ini
Tks