MASJID DALAM TANAH YOGJAKARTA

Letak 

Letak Masjid Dalam Tanah Yogjakarta berada Tamansari Kota Yogjakarta. Kawasan Tamansari berada sekitar 500 meter dari Keraton atau alun-laun Yo. Tamansari terletak 500 meter selatan keraton. 

Sejarah 

Pada tahun 1765 M Pangeran Mangkubumi membangun keraton sebagai pusat pemerintahan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sultan Hamengku Buwono I membangun keraton di tengah sumbu imajiner yang membentang di antara Gunung Merapi dan Pantai Parangtritis. Titik yang menjadi acuan pembangunan keraton adalah sebuah umbul (mata air). 

Untuk menghormati jasa istri-istri Sultan karena telah membantu selama masa peperangan, beliau memerintahkan Demak Tegis seorang arsitek berkebangsaan Portugis dan Bupati Madiun sebagai mandor untuk membangun sebuah istana di umbul yang terletak 500 meter selatan keraton. Istana yang dikelilingi segaran (danau buatan) dengan wewangian dari bunga-bunga yang sengaja ditanam di pulau buatan di sekitarnya itu sekarang dikenal dengan nama Taman Sari.

Di samping karaton, pemandian, taman dan lain-lain, juga dibangun sebuah masjid. Sejarah pembangunan masjid ini tidak terlepas dari sejarah Sultan Hamengkubono I. Beliau membangun sebuah taman lengkap kebun yang hijau, kolam pemandian untuk keluarga kerajaan, jembatan, danau buatan dan lorong bawah air serta masjid. Masjid Bawah Tanah dahulu Bernama Masjid Sumur Gumuling. Masjid ini digunakan sampai masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubono II dengan dibangunnya Masjid Gedhe yang ada saat ini. 

Arsitektur

Karena masjid ini berada di bawah permukaan tanah, kita harus melewati anak tangga dengan panjang sekitar 200 meter. Setelah itu barulah kita mencapai masjid yang dimaksud. Janganlah kita membayangkan masjid ini berupa bangunan masjid yang ada saat ini. Masjid ini sangat unik dan mempunyai nilai-nilai filosofi. 

Untuk masuk masjid ini hanya ada satu pintu yang melambangkan manusia dari tanah dan kembali ke tanah. Bangunan masjid terdiri dari dua lantai. Lantai satu untuk Jemaah perempuan dan lantai dua untuk jemaah laki-laki. Bentuk masjid melingkar dengan ruang ruang di tengah-tengah lingkaran tersebut. 

Untuk naik ke lantai dua, melalui tangga yang ada pada ruang di tengah lingkaran bangunan. Pada ruang tersebut terdapat empat tangga yang menuju ke pusat yang merupakan pelataran kecil tepat berada di tengah-tengah ruangan. Setelah itu disambung dengan satu tangga lagi menuju lantai dua sehingga jumlah tangga yaitu lima melambangkan rukun Islam dan lima waktu sholat. Satu tangga ke atas juga melambangkan rukun Islam ke lima yaitu naik haji ke Baitullah. Jumlah anak tangga sembilan melambangkan wali songo.

Pada bagian tengah yang berupa palataran digunakan sebagai mimbar untuk menyampaikan syiar agama atau pengumuman penting dari raja. Pencahayaan pada bangunan tersebut cukup bagus. Untuk lantai bawah cahaya datang dari ruang di tengah bangunan dengan adanya delapan pintu yang melambangkan delapan penjuru mata angin dan bagian atas eEmpat bukaan ini melambangkan empat arah mata angin. 


Lorong menuju masjid


Lorong tempat jemaah perempuan di lantai Bawah berbentuk bulat melingkar
Mimbar tempat imam pada lantai satu

Lima tangga menuju lantai dua dengan pelataran di tengah


Pelataran pada tangga mimbar untuk menyampaikan
syiar agama atau pengumuman penting dari raja 

Lorong tempat jemaah laki-laki di lantai dua berbentuk bulat melingkar


Untuk lantai atas terdapat jendela ke arah luar, sehingga system pencahayaan dan sirkulasi udara cukup baik. Pada masing-masing lantai terdapat lorong tempat imam memimpin sholat. 

Bentuk atapnya yang bulat membuat ruang menghasilkan akustik yang baik sehingga tidak memerlukan pengeras suara. Suara imam dimungkinkan kedengaran sampai ke belakang ruangan yang berbentuk lingkaran tersebut. 

Sesuatu yang unik lagi yaitu terdapat sebuah lorong yang sudah ditutup. Konon katanya lorong tersebut tembus ke pantai Selatan Pulau Jawa.

Lorong yang konon tembus ke pantai Selatan Pulau Jawa

Komentar