MASJID SUNDA KALAPA

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah… setelah menghadiri rapat di Gedung Bappenas, saya menyempatkan diri untuk sholat di Masjid Sunda Kelapa. Sebenarnya saya sering sholat di masjid ini, setiap ada tugas ke Bappenas saya usahakan sholat di masjid ini. Masjid dengan nilai sejarah di awal-awal kemerdekaan Republik Indonesia.

Pintu gerbang Masjid Sunda Kelapa

Lokasi

Lokasi masjid Agung Sunda Kelapa berada bersebelahan dengan Gedung Bappenas. Tepatnya alamatnya yaitu Jalan Taman Sunda Kelapa Nomor 16, Menteng Jakarta Pusat.

Sejarah

Di daerah Menteng zaman dahulu tidak terdapat masjid. Untuk melakukan ibadah sholat jumat masyarakat sekitar berjalan jauh. Pada saat itu hanya terdapat gereja. Gereja Protestan Paulus dibangun 1936. Hal ini karena memang Belanda mendesain kawasan ini sebagai kawasan eropa. Oleh sebab itu masyarakat sekitar merindukan berdirinya sebuah masjid.

Terjadinya peristiwa G 30 S/PKI tahun 1965 ternyata banyak memberi pelajaran berharga. Sejak peristiwa menggemparkan itu, orang makin menyadari pentingnya agama. Banyak masyarakat di ibukota merindukan kembali ke suasana kehidupan yang lebih Islami. Setidaknya itulah menurut pengamatan HM. Kasasi, salah seorang pengurus harian Masjid Agung Sunda Kelapa, yang juga menjadi saksi atas berdirinya salah satu masjid bergengsi di Jakarta itu. Terlebih masyarakat Menteng, yang kini dikenal sebagai daerah pemukiman bergengsi yang dihuni oleh pejabat, pengusaha kaya dan para jendral. Di tahun 1965, lokasi di beberapa daerah Menteng tercatat sebagai tempat paling berdarah menurut sejarah. Tujuh jendral diculik dan tewas terbunug.

Pencetus berdirinya Masjid Agung Sunda Kelapa adalah Alamsyah Ratu Prawiranegara yang ketika itu masih bertugas di Setneg. Mewakili masyarakat Menteng, Alamsyah memandang daerah itu perlu meliliki sebuah masjid besar. Ketika itu tidak ada satu pun masjid berada di wilayah itu. Lalu di tahun 1966 sudah mulai terbentuk susunan kepanitiaan pembangunan masjid dengan ketuanya HBR Motik.

Prasasti Pembangunan Masjid Sunda Kelapa

Di tahun yang sama rombongan panitia itu kemudia menemui Gubernur Ali Sadikin, setelah sebelumnya bertemu dengan Pangdam V Jaya, Jendral Amir Mahmud dan Jendral AH Nasution. Mereka menyampaikan keinginan agar gedung bappenas bias dialihkan menjadi bangunan masjid, Maskid Raya Menteng. Tapi ketika itu pemerintah dengan Kabinet Amperanya ternyata masih membutuhkan gedung itu bahkan sampai sekarang.

Kemudian panitia meminta izin pada Gubernur Ali Sadikin agar lokasi Stadion Menteng atau lapangan Taman Sunda Kelapa dapat dijadikan sebagai lokasi masjid. Ali Sadikin menyetujui permohonan itu dan meminta panitia untuk memili salah satunya, tentu bias ditebak, lapangan Taman Sunda Kelapalah yang kemudian dipilih. Maka akhirnya pembangunan Masjid Sunda Kelapa pun dimulai, peletakan batu pertamanya dilakukan tepat pada tanggal 21 Desember 1969.

Karena pembangunan tak kunjung selesai, Pemda DKI Jakarta semasa Gubernur Ali Sadikin (almarhum), merasa harus turun tangan untuk menyelesaikan pembangunannya sampai ahirnya berdiri kokoh tahun 1970, dan diresmikan penggunaannya pada tanggal 31 Maret 1971 oleh Gubernur DKI Jakarta (saat itu) Ali Sadikin, bersama sama dengan para petinggi Jakarta. Di prasasti peresmian masjid ditulis dalam ejaan lama sebagai berikut :
Mesdjid Agung "Sunda Kelapa" Menteng Persembahan Pemerintah daerah Chusus Ibukota Djakarta kepada masjarakat Gubernur KDH DKI.Djakarta : Ali Sadikin
Wk. Ketua DPRD GR DCI.Djakarta : Moh. Djamin Ali
Wk. Ketua DPRD GR DCI.Djakarta : H. Ajatullah Saleh
Wk. Ketua DPRD GR DCI.Djakarta : Alexander Wenas
Wk. Ketua DPRD GR DCI.Djakarta : Harsono R.M
Djakarta, 31 Maret 1971


Menempati area 9.920 m², Masjid Agung Sunda Kelapa menjadi bangunan cagar budaya golongan A Keindahan bagian bangunan utama disanggah dengan 12 kayu dan dikelilingi hiasan kaligrafi.

Arsitektur

Bentuk bangunan Masjid Agung Sunda Kelapa tidak seperti masjid umumnya di Indonesia. Masjid ini tidak mempunyai kubah atau atap limas. Bentuk bangunan sederhana yang mengikuti bangunan-bangunan yang dibangun saat itu. Bentuk bangunan berbentuk persegi dengan atap terbuat dari beton datar.

Koridor yang luas juga digunakan untuk sholat Ied

Bentuk bangunan sederhana yang mengikuti
bangunan-bangunan yang dibangun saat itu


Desain masjid yang sederhana khas Indonesia

Jika ditilik dari bentuk bangunan, terlihat masjid ini lebih mengandalkan struktur beton pada pilar, gapura, dan atap. Demikian pula model lampu taman, anak tangga, maupun taman di pintu masuk utamanya. Bentuk pintu dan jendela juga sederhana terbuat dari kayu.

Pintu gerbang utama terapat gapura dengan ukiran kaligrafi berwarna emas dengan kombinasi putih. Setelah melewati gapura tersebut terdapat ruang terbuka dengan lantai keramik abu-abu kombinasi warna hijau.Luas ruang terbuka ini sekitar empat kali lapangan basket. Pada pinggir lapangan terdapat pohon-pohon pinus dan tiang-tiang lampu untuk penerangan.

Bangunan tambahan untuk menampung jemaah

Mihrab dengan ukiran 

Ruangan masjid terkesan luas karena tidak banyak tiang

Untuk memasuki ruangan masjid terdapat anak tangga. Ruangan masjid ini terada luas karena tidak banyak terdapat tiang-tiang. Mihrab juga terlihat sederhana dengan podium terbuat dari kayu ukir.

Jendela terbuat dari kayu dengan kaca-kaca yang besar-besar sehingga sistem pencahayaan sangat baik. Siang hari tidak diperlukan listrik Begitu juga dengan udara, dengan jendela dan pintu yang besar mengakibatkan sirkulasi udara berjalan lancar dan terasa sejuk walaupun tidak ada AC.

Pada dinding ruangan terdapat tulisan kaligrafi. Begitu juga pada mihrab terdapat kaligrafi dengan lafaz Allah dan Muhammad terukir indah, mengapit tempat imam memimpin salat itu.

Subhanallah Walhamdulillah Walailahaillallah Wallahuakbarastaghfirullah hal adzim
Maha suci bagi Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada satu Tuhan pun yang disembah kecuali Allah, dan Allah maha besar.
Aku mohon ampun kepada Allah yang Maha Agung

22 September 2016

Lihat tulisan sebelumnya

Komentar